Peristiwa Isra Mi'raj adalah perjalanan
spiritual Nabi Muhammad SAW dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha yang
sangat dramatik dan fantastik. Dalam tempo singkat-kurang dari semalam
(minal lail)-tetapi Nabi berhasil menembus lapisan-lapisan spiritual
yang amat jauh bahkan hingga ke puncak (Sidratil Muntaha).
Walaupun
terjadi dalam sekejap, tetapi memori Rasulullah SAW berhasil menyalin
pengalaman spiritual yang amat padat di sana. Kalau dikumpulkan seluruh
hadis Isra Mi'raj (baik sahih maupun tidak), maka tidak cukup
sehari-semalam untuk menceritakannya. Mulai dari perjalanan
horizontalnya (ke Masjid Aqsha) sampai perjalanan vertikalnya (ke
Sidratil Muntaha). Pengalaman dan pemandangan dari langit pertama hingga
langit ketujuh dan sampai ke puncak Sidratil Muntaha.
Ada
pertanyaan yang mengusik. Mengapa Allah SWT memperjalankan hambanya di
malam hari (lailan), bukan di siang hari (naharan)? "Maha Suci Allah,
yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqsha, yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS al-Isra
[17]: 1).
Dalam bahasa Arab kata lailah mempunyai beberapa makna.
Ada makna literal berarti malam, lawan dari siang. Ada makna alegoris
(majaz) seperti gelap atau kegelapan, kesunyian, keheningan, dan
kesyahduan; serta ada makna anagogis (spiritual) seperti kekhusyukan
(khusyu'), kepasrahan (tawakkal), kedekatan (taqarrub) kepada Allah.
Dalam
syair-syair klasik Arab, ungkapan lailah lebih banyak digunakan makna
alegoris ketimbang makna literalnya. Seperti ungkapan syair seorang
pengantin baru: "Ya lalila thul, ya shubhi qif" (wahai malam bertambah
panjanglah, wahai Subuh berhentilah). Kata lailah di dalam bait itu
berarti kesyahduan, keindahan, kenikmatan, dan kehangatan; sebagaimana
dirasakan oleh para pengantin baru yang menyesali pendeknya malam.
Di
dalam syair-syair sufistik orang bijak (hukama) juga lebih banyak
menekankan makna anagogis kata lailah. Para sufi lebih banyak
menghabiskan waktu malamnya untuk mendaki (taraqqi) menuju Tuhan. Mereka
berterima kasih kepada lailah (malam) yang selalu menemani kesendirian
mereka. Perhatikan ungkapan Imam Syafii: Man thalabal ula syahiral
layali (barangsiapa yang mendambakan martabat utama banyaklah berjaga di
waktu malam), bukan sekadar berjaga. Kata al-layali di sini berarti
keakraban dan kerinduan antara hamba dan Tuhannya.
Arti lailah
dalam ayat pertama surah al-Isra di atas menunjukkan makna anagogis,
yang lebih menekankan aspek kekuatan spiritual malam (the power of
night). Kekuatan emosional-spiritual malam hari yang dialami Rasulullah,
dipicu oleh suasana sedih yang sangat mendalam, karena sang istri,
Khadijah, dan sekaligus pelindungnya telah pergi untuk selama-lamanya.
Rasulullah memanfaatkan suasana duka di malam hari sebagai kekuatan
untuk bermunajat kepada Allah SWT.
Kesedihan dan kepasrahan yang
begitu memuncak membawa Rasulullah menembus batas-batas spiritual
tertentu, bahkan sampai pada jenjang puncak yang bernama Sidratil
Muntaha. Di sanalah Rasulullah di-install (diisi) dengan spirit luar
biasa sehingga malaikat Jibril sebagai panglima para malaikat juga tidak
sanggup menembus puncak batas spiritual tersebut.
Kehebatan
malam hari juga digambarkan Tuhan di dalam Alquran: "Dan pada sebahagian
malam hari shalat Tahajudlah kalian sebagai suatu ibadah tambahan bagi
kalian: mudah-mudahan Tuhan kalian mengangkat kalian ke tempat yang
terpuji. (QS al-Isra [17]: 79).
"Mereka sedikit sekali tidur di
waktu malam; Dan di akhir-akhir malam mereka memohon ampun (kepada
Allah)." (QS al-Dzariyat [51]: 17).
Kata lailah dalam ketiga ayat
di atas, mengisyaratkan malam sebagai rahasia untuk mencapai ketinggian
dan martabat utama di sisi Allah SWT di malam hari.
Ayat pertama
(QS al-'Alaq [96]: 1-5) di turunkan di malam hari, ayat-ayat tersebut
sekaligus menandai pelantikan Muhammad SAW sebagai Nabi di malam hari.
Tidak lama kemudian turun ayat dalam surah Al-Muddatstsir yang menandai
pelantikan Nabi Muhammad, sekaligus sebagai Rasul menurut kalangan ulama
'Ulumul Qur'an.
Peristiwa Isra dan Mi'raj, ketika seorang hamba
mencapai puncak maksimum (sudrah al-muntaha) juga terjadi di malam hari.
Yang tidak kalah pentingnya ialah lailah al-qadr khair min alf syahr
(malam lailatul qadr lebih mulia dari seribu bulan), bukannya siang hari
Ramadlan (nahar al-qadr).
Kecerdasan
Surah
al-Isra [17] diapit oleh dua surah yang serasi yaitu al-Nahl [16] dan
al-Kahfi [18]. Surah al-Nahl dianggap simbol kecerdasan intelektual,
karena berkaitan dengan dunia keilmuan (kisah lebah). Surah al-Kahfi
sebagai simbol surah kecerdasan spiritual, karena berkaitan dengan
cerita keyakinan dan spiritualitas (kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa,
Ashabul Kahfi dan Dzulqarnain).
Sedangkan surah Al-Isra sering
dijadikan sebagai simbol kecerdasan emosional, karena di dalamnya
diceritakan pengaruh kematangan emosional dan prestasi puncak seorang
hamba. Itulah sebabnya, ketiga surah yang menempati pertengahan juz
Alquran disebut dengan surah tiga serangkai, yaitu surah IQ, EQ, SQ.
Keutamaan
di malam hari, juga banyak membuat anak manusia menjadi lebih sadar
(insyaf) dari perbuatan masa lalu yang kelam dan hitam. Malam hari
banyak menumpahkan air mata tobat para hamba yang menyadari akan
kesalahannya. Malam hari paling tepat untuk dijadikan momentum
menentukan cita-cita luhur.
Mungkin inilah salah satu
keistimewaan pondok pesantren yang memanfaatkan malam hari untuk
memperbaiki akhlak dan budi pekerti santrinya. Sementara di
sekolah-sekolah umum, jarang sekali memanfaatkan malam hari untuk
pembinaan budi pekerti. Padahal, Allah sudah mengisyaratkan bahwa pada
umumnya shalat itu ditempatkan di malam hari. Hanya shalat Zhuhur dan
Ashar di siang hari, selebihnya di malam hari (shalat Maghrib, Isya,
Tahajjud, Witir, Tarawih, Fajr, Subuh). Ini isyarat bahwa pendekatan
pribadi secara khusus kepada Tuhan lebih utama di malam hari.
Sebenarnya
peristiwa Isra-Mi'raj mempunyai dua macam peristiwa. Pertama,
perjalanan horizontal dari Masjid Haram ke Masjid Aqsha. Dan kedua,
perjalanan vertikal dari Masjid Aqsha ke Sidratil Muntaha. Perjalanan
Isra mungkin masih bisa dideteksi dengan sains dan teknologi, tetapi
perjalanan Mi'raj sama sekali di luar kemampuan otak pikiran manusia.
Perjalanan
Mi'raj ini, juga masih diperdebatkan banyak ulama, apakah dengan fisik
dan roh Rasulullah atau hanya rohaninya saja. Mayoritas ulama Suni
memahami bahwa yang diperjalankan Tuhan ke Sidratil Muntaha ialah Nabi
Muhammad SAW secara utuh, lahir dan batin. Sementara pendapat lain
memahami hanya rohaninya saja.
Yang pasti, perjalanan singkat itu
berhasil merekam berbagai pemandangan spiritual bagi Rasulullah SAW,
dan hendaknya bisa dijadikan pelajaran dan hikmah bagi umat Islam.
Sebab, perjalanan malam hari itu, telah membangkitkan semangat baru
Rasulullah dalam menyebarkan dakwah Islam.
Oleh Nasaruddin Umar
Sumber : http://www.republika.co.id
Puisi Patah Hati Karena Cinta Bertepuk Sebelah Tangan
-
Sebuah puisi patah hati, karena cinta yang diperjuangkan selama ini hanya
bertepuk sebelah tangan. Sedih memang, galau memang, tapi apa hendak dikata
sudah...
2 minggu yang lalu
Pada saat itulah sedikit dari kebesaran dan kekuatan Allah SWT di tunjukkan sebagai bukti bahwa Allah Maha Berkehendak dan Maha Mengetahui
BalasHapusBetul sekali Kang Oboy...
BalasHapusSemoga Kita Termasuk orang-orang yang selalu di jalan Allah SWT.
Amiin...