Cinta mengandung
energi yang sangat besar, energi yang sangat luar biasa. Itulah kenapa
seorang ibu rela berkorban sekalipun nyawanya demi sang anak. Seorang
suami dapat tak hiraukan lelah dan peluh yang bercucuran demi anak
istrinya. Para sahabat rela berkorban demi Allah dan Rasul-Nya, Muhammad
SAW. Dan Romeo yang rela mati demi Juliet kekasihnya (sebenarnya ini
adalah perbuatan bodoh atas nama cinta).
Energi cinta yang besar
mempunyai kekuatan untuk mendorong seseorang melakukan sesuatu diluar
akal sehatnya. Dan memberi kekuatan besar bagi seseorang untuk melakukan
Sesuatu yang ia cintai.
Namun sayang, seringkali kekuatan energi
cinta yang begitu besar menguap begitu saja tanpa ada sinergi dengan
hal positif. Hal ini banyak terjadi dikalangan kawula muda kita,
sahabat-sahabat kita, dan saudara-sadara kita. Atau mungkin justru kita
sendiri. Cinta yang mereka usung selalu semu dan fana. Terbukti dengan
kekecewaan, dan kesedihan yang diderita pada akhirnya secara sia-sia.
Sudah
menjadi fitrah cinta yang timbul antara pria dan wanita yang bukan
mahram. Seperti yang difirmankan Allah SWT dalam Al Quranul Karim. “Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir”. (Q.S Ar Rum [30] : 21).
Cinta walaupun
mempunyai energi yang luar biasa namun ia juga rapuh. Islam
mensyariatkan pernikahan untuk untuk melindunginya dari kemadharatan
yang ada padanya. Dengan akad pernikahan, Islam menghalalkan segala
macam bentuk ekspresi cinta dari pasangan suami istri. Bahkan setiap
ekspresi dari cinta tersebut bernilai ibadah di sisi Allah SWT.
Pengorbanan atas nama cinta tidak lagi menjadi sia-sia. Akan tetapi
bernilai sangat istimewa.
Rasa letih, lelah sang kepala keluarga
untuk anak istri menjadi ibadah. Kesabaran istri dalam taat kepada
suami, melayaninya dan mengasuh serta mendidik anak-anaknya menjadi
ibadah. Dari hal terkecil sampai dengan hal yang paling besar terhitung
ibadah.
Kerapuhan cinta bisa membuat dua insan berpisah. Dalam
syariat pernikahan Islam. Islam menjaga hak setiap pihak, sehingga tidak
ada yang dirugikan. Ketika terjadi perpisahan atau perceraian hak dan
kewajiban dari kedua belah pihak telah diatur dengan sempurna. Dari
mulai yang terkait dengan diri sendiri secara langsung. Seperti mut-ah
(pemberian kepada istri ketika dicerai), dan aturan untuk rujuk. Maupun
yang terkait dengan pihak lain, seperti pembagian waris dan aturan
menikah kembali dengan pasangan yang berbeda.
Tidak ada isitilah
pihak yang dirugikan disini. Pihak yang lepas dari tanggung jawabnya
seperti menelantarkan anak dan istrinya. Ia akan diperhitungkan baik di
sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Keributan akibat harta gono-gini
antara pasangan pun tidak akan terjadi. Karena telah diatur dalam
pembagian waris dan penentuan kepemilikan harta.
Dengan demikian
energi cinta yang besar tidak akan sia-sia serta tidak membahayakan.
Rapuhnya pun tidak akan merugikan satu pihak, apalagi menderita sia-sia.
Seperti pasangan yang ditinggal kekasihnya dan ia dalam keadaan
mengandung, misalnya. Dari sini kita juga dapat mengatakan, penghargaan
tertinggi untuk wanita atas nama cinta adalah pernikahan secara Islam.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Penulis adalah mahasiswa Indonesia yang kini tengah menimba ilmu di Kairo, Mesir.
Sumber : www.republika.co.id
Bagaimana Cara Mendapatkan Airdrop Hamster Kombat?
-
*Hamster Kombat* adalah sebuah *game tap to earn* yang viral dalam waktu
yang singkat, bayangkan hanya dalam waktu 6 bulan, lebih dari 300 juta
orang dari ...
5 bulan yang lalu
Maha Suci Allah...yg telah menyematkan cinta yang dalam kepada hambaNYA
BalasHapusSubhanallah.....
BalasHapusSemoga Bang Satria dan dan kita semoa manjadi orang yg selalu manjaga kesucian cinta karna Allah SWT.
Amiiin.............